Saturday, March 23, 2019

Sejarah Yahudi (Ilusi Agung)

Bangsa Yahudi tidak melalui Zaman Batu, Zaman Perunggu, dan Zaman Besi. Selama 800 tahun pertama dari eksistensinya, Bangsa Yahudi keluar masuk peradaban besar yang melingkunginya. Bangsa Yahudi tidak memiliki gedung-gedung, kota-kota, tentara, dan persenjataan. Mereka hanya membawa gagasan untuk menaklukkan dunia tanpa membuat mereka menjadi para penguasa.

Sejarah Yahudi dimulai sejak masa 4.000 tahun lalu, ketika Ibrahim mengalami pertemuan dengan Tuhan, yang diperkenalkan kepadanya sebagai Jehovah. Maka, dialog antara Yahudi dan Tuhan pun dimulai. Dari dialog yang berkesinambungan itulah, sejarah Bangsa Yahudi dengan bangsa-bangsa lain di dunia menjadi "para pendengar rahasia" penting.

Tanda-tanda pertama peradaban, dengan seluruh gejala klasiknya agrikuktur, kota-kota, kalender, perbaikan persenjataan, pasukan perang, dan pajak mulai muncul sekitar 4.500 SM. Sejarah sudah melahirkan dua peradaban besar di masa yang sama, keduanya sama-sama Semitis, satu di bagian timur laut Palestina, dan lainnya di bagian barat daya Palestina. Butuh waktu 2.500 tahun sebelum dua peradaban ini, yaitu Mesopotamia dan Mesir saling mengetahui satu sama lain. Setelahnya, peperangan pun berlangsung, dan Palestina harus bayar harga karena menjadi buffer state.

Peradaban Mesopotamia saat ini bagian dari Irak, dimulai dengan negara kota (city states). Tertua dan terkemuka adalah Susa, Kish, dan Ur. Di tempat inilah kekaisaran-kekaisaran pertama terbentuk. Sesungguhnya, letak mereka akan lebih mudah divisualisasikan apabila kita menarik sebuah garis lurus dari timur ke barat melalui tengah-tengah Mesopotamia. Bagian utara adalah Assyria dan bagian timur adalah Babylonia. Sekarang mari kita bayangkan, Babylonia juga terbagi menjadi dua bagian. Bagian atas dulunya adalah Kerajaan Akkad dan bagian bawah adalah Kerajaan Sumeria, dua peradaban kekaisaran yang pertama.

Pada millenium ketiga SM, telah muncul di Akkad seorang Raja Semitis yang masyhur yakni Sargon I yang menaklukkan Sumeria dan membentuk Kerajaan Semerian-Akkadian. Rakyat di kerajaan tersebut mempunyai standar hidup yang tinggi dan kebudayaan yang sangat berkembang. Mereka juga sudah mempunyai peralatan sangat kuat yang mengubah dan membentuk peradaban Asiatik dari ekonomi agrikultur ke ekonomi komersial dan industri. Peralatan- peralatan tersebut merupakan tulisan kuno yang berbentuk baji (dari kata Latin curneu, yang berarti baji atau kapak untuk membelah kayu, yang mendeskripsikan bentuk karakter), hieroglyphics baru, dan tulisan Mesir Kuno.

Seorang raja sekaligus pencetus undang-undang yakni, Hammurabi yang pada sekitar tahun 2.100 SM menyatukan seluruh negara kota ke dalam satu Kekaisaran Babylonia yang luas. Hammurabi merupakan Musa dari Babylonia, yang memberi merekan kitab undang-undang hadiah dari surga, layaknya Musa yang sudah memberikan kitab hukumnya kepada Bangsa Israel di Gunung Sinai 1.000 tahun kemudian.

Sepanjang 2.500 SM, sementara orang-orang di dalam peradaban Babylonia membangun kota-kota, mereka juga memperkaya diri dengan harta rampasan perang, mempunyai gundik, menulis undang-undang, minum anggur, dan bermimpi menjadi penakluk dunia, Bangsa Yahudi tidak ada (non-existent). Kemudian, sekitar tahun 2.000 SM, ketika suku bangsa Semitik baru dan gelisah, yaitu Bangsa Assyria, menjadi kurus dan lapar, mulai melakukan pertentangan terhadap kehidupan bangsa Babylonia yang lemah dan kaya. Terah membawa Ibrahim (anak laki-lakinya), Sarah (istri Ibrahim), dan cucunya atau kemenakan Ibrahim yakni Lut beremigrasi dari kota kosmopolitan Ur di Babylonia.

Siapakah Terah, Ibrahim, Sarah, dan Lut? Sejarah tidak mengetahui dan Bibel tidak mengidentifikasi mereka kecuali hanya jejak geneologi Terah hingga Sam (salah seorang di antara tiga anak laki-laki Nuh). Apakah Terah adalah seorang Babylonia? Bahasa apa yang digunakannya? Apa pekerjaannya? Pastinya ia bukan seorang penggembala kambing yang hidup di antara salah satu kota paling berpengalaman di dalam hal ihwal duniawi pada zaman tersebut.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibiarkan tak terjawab oleh Bibel. Namun, dengan tindakannya menyeberang Sungai Eufrat, Terah dan keluarganya menjadi orang pertama yang diidentifikasikan di dalam Bibel sebagai Ivriim, dari versi Bahasa Inggris "Hebrew", yakni orang-orang "yang menyeberang" atau "dari seberang sungai".

Pengembaraan Terah dan kelompok kecilnya menempuh 600 mil dari Ur ke tanah Haran bagian selatan (saat ini masuk wilayah Turki). Di tempat ini, Terah yang sudah meninggalkan Ur tanpa ada desakan dari seorang pun, meniggal dunia. Di tempat ini juga, Ibrahim mendapatkan suatu pengalaman ganjil, yakni bertemu dengan The Lord God, Tuhan Raja Jehovah untuk pertama kalinya. Pertemuan tersebut komparabel dengan pertemuan terkenal antara Paul dengan penampakan Kristus di jalanan menuju Damaskus. Pengalaman Ibrahim tersebut adalah pertanda untuk orang-orang Yahudi, seperti pengalaman Paul yang adalah pertanda bagi orang-orang Kristen.

Pada pertemuan antara Ibrahim dengan Tuhan, Tuhanlah yang mengajukan suatu perjanjian dengan kepala keluarga (patriarch), yang berumur 75 tahun tersebut. Apabila Ibrahim mengikuti perintah Tuhan, maka Tuhan akan menjadikan keturunan Ibrahim sebagai bangsa pilihan Tuhan. Perlu dicatat, Tuhan tidak mengatakan bahwa mereka akan menjadi lebih baik. Tuhan menyatakan bahwa mereka akan ada (exist) sebagai suatu entitas yang jelas, serta menjadi umat Tuhan. Bagaimana hal tersebut dihasilkan, tidaklah dijelaskan.

Pada waktu itu, Tuhan hanya menetapkan satu perintah dan satu janji. Perintah-Nya adalah bahwa seluruh laki-laki Bangsa Pilihan-Nya haruslah disunat pada hari kedelapan setelah ia dilahirkan. Atau, apabila mereka melakukan konversi dari keyakinannya terdahulu ke dalam keimanan ini, maka ia haruslah disunat pada saat itu. Peristiwa perjanjian itu terjadi di Tanah Kanaan.

Apakah pertemuan dan peejanjian antara Ibrahim dengan Tuhan benar-benar terjadi? Kaum fundamentalis menerima secara harafiah setiap kata pada perjanjian tersebut. Sementara, kaum skeptis justru menolaknya. Kita katakan bahwa pertemuan tersebut telah terjadi, tetapi dengan suatu cara yang sedikit berbeda. Apabila kita memandang pertemuan tersebut melalui lensa psikoanalisis, hal itu mungkin terjadi menjadi, tetapi tentu dengan terminologi modern.

Para ahli psikiatri akrab dengan suatu fenomena psikologis yang dikenal dengan istilah proyeksi. Apabila individu terobsesi pada suatu gagasan yang menyakitkan atau dilarang, maka ia tidak ingin mengakui sebagai miliknya. Di sisi lain, ia tidak dapat menyingkirkannya. Ia menginginkan gagasan tersebut, tetapi tidak mau menjadi pemiliknya. Ia merindukannya ketika dalan keadaan tak sadar, tetapi menolaknya ketika dalam keadaan sadar.

Maka dari itu, pikiran orang tersebut mengambil jalan dengan suatu "muslihat" bawah sadar. Ia "memproyeksikan" gagasan tersebut atas orang lain, kemudian meyakinkan dirinya bahwa itu merupakan oknum lain yang sudah menganjurkan atau menyalahkannya atas hal tersebut. Metode mendengar (hearing) atau merasa (perceiving), sebagaimana pesan yang diproyeksikan tersebut, dikenal sebagai halusinasi auditori dan halusinasi visual, yaitu mendengar suara atau melihat hal-hal yang tidak ada.

Orang-orang yang mempunyai halusinasi seperti itu, tidak perlu neuritis atau psikotis. Mereka dapat menjadi orang-orang hebat dan bersemangat. Maka dari itu, dari sudut pandang psikoanalisis, bisa jadi Ibrahim telah membayangkan gagasan atas suatu perjanjian dengan satu sosok Bapa yang Maha Kuasa yang direpresentasikan sebagai Jehovah dan diproyeksikan sebagai sosok ayah yang diharapkan dapat melindungi anak-anak dan cucu-cucunya pada masa yang akan datang.

Dari sudut pandang historis, tidaklah berbeda bahwa Ibrahim sudah memproyeksikan pengalaman tersebut atas seorang Jehovah secara imajiner atau bahwa Jehovah yang mengajukan hal tersebut kepada Ibrahim secara nyata. Pada kenyataannya, gagasan terkait suatu perjanjian antara Jehovah dengan orang-orang Yahudi telah berusia 4.000 tahun dan hal tersebut disebut setiap hari dalam doa sinagoge seluruh dunia. Meskipun banyak aspek Bangsa Yahudi dan Judaisme sudah mengalami perubahan dan modifikasi selama 4.000 tahun, gagasan mengenai suatu perjanjian dengan Tuhan ini tetap tidak berubah.

Kenyataan tersebut, telah menimbulkan suatu kemauan untuk bertahan hidup sebagai bangsa Yahudi yang sudah menjadi kekuatan penggerak di dalam Judaisme. Tanpa itu, tidak akan ada Judaisme dan Bangsa Yahudi. Jika konsep tersebut lenyap saat orang-orang Yahudi, karena kurangnya dorongan dari dalam diri mereka, tidak lagi menghendaki untuk memelihara identitasnya sebagai Bangsa Yahudi, maka tak akan ada penghalang antara mereka dengan hasil asimilasi dan antara mereka dengan kehilangannya yang terakhir.

Metode-metode yang digunakan untuk mengabadikan harapan tersebut sudah mengalami perubahan sepanjang abad, tetapi tujuannya tidak. Sejarah Yahudi adalah suatu rangkaian gagasan yang dirancang untuk mengabadikan tujuan tersebut. Di dalam Kitab Bilangan, seorang Pendeta Pagan berseru dengan sukacita: "Betapa berlimpah tenda perkemahanmu, wahai Yakub, dan tempat tinggalmu, wahai Israel."

Setiap penyair bebas dalam mendedikasikan gambarannya mengenai keturunan orang-orang yang hidup mengembara (nomadic) tidak untuk seni dan kebudayaan. Selama 400 tahun, Ibrahim dan keturunannya menyebar di mana-mana sebagai pengembara di Tanah Kanaan, tanpa suatu negara tetap dan bentuk pemerintahan yang stabil. Mereka menjalankan ritus tentang khitan. Meskipun mereka terkadang dihargai oleh para tetangga mereka, mereka telah sama-sama seringkali dipandang sebagai suatu bangsa yang sangat aneh, bahkan agak gila, karena menyembah satu Tuhan yang tidak tampak.

Sepuluh Perintah Tuhan (Decalogue), dengan larangannya terhadap menyembah tuhan selain Tuhannya Musa, tidak berlaku hingga 400 tahun setelah periode pengembaraan tersebut. Kitab Kejadian pun penuh dengan berbagai permisalan mengenai berhala sebagai bagian dari barang-barang rumah tangga. Terdapat tiga hal yang menjaga orang-orang Yahudi sepanjang empat abad pertama eksistensinya. Gagasan yang sudah dibayangkan oleh Ibrahim, yakni bahwa orang-orang Yahudi sudah memiliki satu Tuhan yang eksklusif; ritus khitan; dan larangan terhadap kurban manusia, seperti yang diceritakan di dalam kisah pengikatan Ishak

Sekali bangsa Yahudi sudah menerima gagasan mengenai monoteisme (ajaran bahwa hanya ada satu Tuhan), mereka sudah mulai berperilaku dengan satu cara khusus tanpa sadar mengetahui bahwa mereka sudah melakukannya begitu. Perubahan dalam perilaku tersebut awalnya tak terasa, tetapi semakin nampak untuk selamanya, karena mereka menempatkan diri makin jauh terpisah dari yang lainnya.

Orang harus memperlakukan satu Tuhan yang tidak tampak secara berbeda daripada tuhan yang tampak. Orang-orang Yahudi mengembangkan suatu ritual yang secara jelas berbeda dari yang dilakukan oleh Bangsa Pagan. Sebab Jehovah adalah abadi dan tidak pernah mati. Oleh karena Dia tidak pernah mati, Dia tidak pernah harus dihidupkan kembali. Maka dengan demikian, Bangsa Yahudi membuang ritus Kebangkitan Kembali dari Bangsa Pagan. Oleh karena hanya ada satu Tuhan, maka tidak ada perang mitologis antara tuhan-tuhan. Oleh karena itu, Bangsa Yahudi membuang seluruh hirarki tuhan-tuhan Bangsa Pagan dan perang di antara tuhan-tuhan tersebut.

Jehovah dimotivasi oleh spiritualitas, tak pernah absen di dalam kehidupan seks. Bangsa Yahudi menjauhi semua ritus yang berkaitan dengan kesuburan (fertilitas). Contoh yang ditetapkan oleh Jehovah, yakni penarikan diri sama sekali dari seksualitas, membawa orang-orang Yahudi kepada suatu pengekangan terhadap dorongan tak bermoral melalui suatu disiplin diri, bukan melalui rasa takut terhadap hukum.

Bandingkan dengan jalan seksualitas yang berlaku di dalam kehidupan bangsa Yahudi dengan jalan yang diambil di dalam peradaban Yunani. Dewa-dewa Yunani menetapkan suatu pola mengenai nafsu bebas dan perbuatan yang tidak wajar yang pada akhirnya melemahkan moral bangsa tersebut. Sebaliknya, bangsa Yahudi bahkan ketika mereka kemudian mengadakan kontak dengan Bangsa Yunani, mereka menolak untuk menurutkan diri dalam aktivitas seksual oramg-orang Yunani yang berlebihan.

Orang-orang Yahudi juga menghindari jalan pemantangan nafsu seksual secara total yang belakangan dilakukan oleh Gereja Kristen awal. Mereka mengendalikan pembatasan dan juga aktivitas seksual secara berlebihan, serta mengikuti perintah Tuhan yakni untuk memiliki banyak anak. Maka dengan semangat mereka mengikuti perintah tersebut secara harafiah, maka dapat dipahami bahwa mereka sedikit melakukan kesalahan pada sisi liberalitas. Banyak gundik Pagan yang tersembunyi sebagai seorang "pelayan wanita" tinggal di dalam tenda-tenda para keluarga sehat dan kuat yang "memperanakkan" keturunan di dalam keadaan berlimpah pada satu abad, yakni ketika orang modern tinggal tenang berkumpul dalam keamanan sosialnya.

Kehidupan kaum pengembara yang seluruhnya patuh terhadap para patriarch sesuai dengan Bibel hidup lebih dari 100 tahun. Pada waktu Ibrahim mempunyai anak Ishak, dan Ishak mempunyai anak Yakub, dan Yakub mempunyai 12 putra termasuk Yusuf, 400 tahun sejarah Yahudi telah berlalu. Kemudian, bencana kelaparan menyapu tanah timur laut Mesir dan orang- orang yang kelaparan dari berbagai negeri, termasuk orang-orang Hebrew berbondong-bondong menuju delta Nil yang subur.

Di bawah kepemimpinan Yusuf, orang-orang Hebrew yabg diserang bencana kelaparan bermigrasi dari Kanaan ke Mesir. Kitab Kejadian menyampaikan kepada kita suatu kisah yang sangat menarik tentang dijualnya Yusuf oleh saudara-saudaranya sebagai budak di Mesir. Di Mesir, Yusuf yang disukai oleh Raja Firaun diangkat menjadi raja muda, dan atas izin Raja Firaun ia mengundang saudara-saudaranya beserta anggota masyarakat Hebrew untuk tinggal di Mesir.

Di Mesir, orang-orang Yahudi saling merawat dengan penuh kedamaian hingga seorang Firaun baru naik takhta. Ia tidak terlalu ramah dan bahkan memperbudak mereka. Kecuali di Bibel, tak ada sumber yang menyebut secara khusus persinggahan dan tawanan Yahudi di Mesir. Namun, para ahli arkeologi secara tidak sengaja menemukan bukti yang meyakinkan bahwa peristiwa ini benar-benar terjadi. Dari migrasi Bangsa Yahudi ke Mesir oleh Yusuf pada abad ke-16 SM hingga migrasinya Bangsa Yahudi dari Mesir di bawah pimpinan Musa pada abad ke-12 SM itu merupakan suatu kebisuan sejarah selama 400 tahun. Bibel meringkas empat abad yang sangat penting itu ke dalam beberapa kalimat saja. Kebisuan inilah yang kemudian menimbulkan berbagai pertanyaan yang membingungkan.

Ada berapa bagian dari periode ini orang-orang Yahudi di Mesir hidup di dalam kemerdekaam? Ada berapa bagian di dalamnya mereka hidup dalam perbudakan? Apa agama yang mereka anut? Apa bahasa yang mereka gunakan? Apa ada perkawinan silang? Bagaimana mereka mempertahankan Judaisme meskipun dalam keadaan mereka dijadikan budak? Siapa pemimpin mereka hingga datangnya Musa? Tak ada yang tahu

Tak semua orang Yahudi meninggalkan Kanaan menuju Mesir bersama Yusuf. Banyak di antara mereka yang masih tinggal di Kanaan dalam keadaan kelaparan dan teguh mempertahankan perjanjian mereka dengan Tuhan. Sisa-sisa orang Yahudi inilah yang dikenal sebagai orang-oranf Hebrew tetap orang-orang yang bebas. Sementara, saudara-saudara mereka telah diperbudak di Mesir. Apakah perbudakan orang-orang Yahudi di Mesir merupakan bukti nubuat yang dibuat oleh Jehovah kepada Ibrahim empat abad yang lalu? Ditulis dalam Kitab Kejadian:

"Ketauhilah, sesungguhnya keturunanmu akan menjadi orang asing dalam suatu negeri yang bukan kepunyaan mereka, dan mereka akan diperbudak serta dianiaya empat ratus tahun lamanya. Tetapi, bangsa yang akan memperbudak mereka akan Ku-hukum, dan sesudah itu mereka akan keluar dengan membawa harta-benda yang banyak." 
(Kejadian 15:13-14).

No comments:

Post a Comment

ENGLISH PHRASES

YOUTUBE   ENGLISH PHRASES  no one said it was to be going easy.  tidak ada yang mengatakan itu akan berjalan mudah.  that wasn't the re...